Jaringan Teater Riau Gelar Diskusi Film Sineas Sumbar
PEKANBARU (SP) – Bertempat di Natura Coffe Panam, Senin (10/6) sekitar empat puluhan anak-anak muda duduk serius menyaksikan layar mini yang disinari oleh infocus dan menayangkan dua film. Film tersebut merupakan film asal Sumatra Barat yang digarap oleh Marewai Production. Rori Aroka yang merupakan sutradara film pendek “Sia” turut hadir dalam kegiatan bincang karya dan nonton bareng malam itu.
Jaringan Teater Riau bersama beberapa komunitas seperti UKM Batra, Komunitas Jejak Langkah, Teater Lorong, SS 412, Bahuwarna dan sineas muda pekanbaru turut hadir dalam gelaran sederhana tersebut. Gelaran ini juga dimeriahkan oleh pembacaan puisi oleh Ahmadi Satria (Kepsek MTS Tahfidz Cendikia), Husin (Dosen UIR) dan Farah (SS 412).
Film Sia bercerita tentang seorang pria bernama Leman, Murid kesayangan guru silat karena kemahiranya dalam ilmu beladiri. Ia juga rela mengembara untuk menamatkan kaji-nya ke pelosok negeri. Alih-alih mencari ujung dari kaji silat, akhirnya membuat ia menjadi buronan pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Pertemuan seorang intel pribumi dengan sosok Leman yang dikenal dengan julukan “pendekar mata merah” masa dulunya di sebuah kampung tersuruk bernama Langgai, memberi sadar kepada Leman dan Intel tentang pentingnya berilmu kepada akal. Pikiran lurus dan kebenaran yang hakiki adalah kaji terakhir dari sebuah silat di tanah minangkabau.
Lain lagi dengan film kedua “Tenju Langgai” yang mendapat hibah dari BPK bercerita tentang keahlian silek menggunakan tenaga batin, sampai saat ini masih disimpan oleh kalangan pandeka; terutama pada pesilat-pesilat tua. Silek di Minangkabau adalah kombinasi dari ilmu beladiri lokal, yang datang dari luar dan ajaran Islam sebagai intinya. Artinya, langkah silek (langkah tigo misalnya), di Minangkabau adalah sesuatu yang khas yang merupakan karya inovatif mereka. Jika hanya melihat sekilas tentu bisa dipandang bahwa langkah silek Minangkabau sederhana saja, namun di balik langkah sederhana itu, terkandung kecerdasan yang tinggi dari para penggagasnya (tuo silek).
Tenju Langgai bagai pisau tajam; setipis angin secepat kilat. Bila dilihat sekilas, jurus ini nampak tidak spesial. Sederhana dan tapi sulitditebak. Dalam silek Langgai, jurus ini tergolong gerakan mematikan; serangan langsung ke hulu hati. Tinju dikepal, pada bagian telunjuk agak menonjol dan sesaat dibuka layaknya memiuh/pelintir ketika mendarat di bagian hulu hati. Dalam pameonya Silek Langgai juga diungkapkan “kanai tiok manggarik”. Pandeka silek Langgai boleh saja belajar Silek bertahun-tahun, tapi jurus ini diwarisi hanya kepada orang terpilih. Namun semua pandeka boleh mempelajarinya.
Kegiatan ini diinisiasi sebagai bentuk bioskop mini serta menjadi event bulanan untuk memutar film-film lokal yang menjadi basis riset kebudayaan. Adapun mahasiswa yang hadir malam itu memberikan pertanyaan-pertanyaan seputar proses kreatif serta skema riset dari dalam film dokumenter.
Rian Harahap sebagai inisiator bincang film ini juga menambahkan bahwa anak-anak muda sekarang apalagi gen z sudah terbiasa dengan dunia produksi film namun bagaimana caranya agar film tentang kearifan lokal tetap hadir di tengah gempuran industri tema nasional. (*)