Description
Reviews (0)
Description
Category | Tanpa kategori |
---|
Penulis
Sudi Fahmi, Ellydar Chaidir, Moza Dela Fudika, Slamet Suhartono, Eddy Asnawi, Syahlan, Muhammad Azani, Adrian Faridhi, Sandra Dewi, Silm Oktapani, Syafrinaldi, Rani Fadhila Syafrinaldi, David Hardiago, Budi Agus Riswandi, Shalih Mangara Sitompul, Irawan Harahap, Yetti, Indra Afrita, Yeni Triana, Iriansyah, Irawan Harahap, Miftahul Haq, Yelia Natasya Winstar, Tri Anggara Putra
Editor:
Iriansyah
Desain Sampul:
Anugerah Jaya
Penata Letak:
Anugerah Jaya
Penerbit:
SALMAH PUBLISHING
ASPEK HUKUM PERUBAHAN JUMLAH MENTERI DALAM KABINET INDONESIA: IMPLIKASI TERHADAP KONSTITUSI DAN PERUNDANG-UNDANGAN
Oleh:
Prof. Dr. Sudi Fahmi, S.H., M.Hum.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning Pekanbaru
sudi.fahmi@ymail.com
Perubahan jumlah kementerian dalam kabinet Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dengan nama Kabinet Merah Putih, merupakan salah satu dinamika yang sering terjadi dalam struktur pemerintahan yang baru, baik sebagai respons terhadap perkembangan politik, ekonomi, maupun kebutuhan untuk meningkatkan kinerja pemerintahan. Dalam perubahan struktur kementerian negara mengalami berbagai perubahan yang merupakan hak prerogatif presiden , Prinsip Check and Balances dalam suatu politik modern, tidak lagi ada hak prerogatif Presiden yang tidak dibatasi. Hal ini memiliki keterkaitan terhadap ungkapan prerogative right end when a law begins . Istilah hak prerogatif sering kali dipergunakan baik oleh eksekutif, legislatif ataupun pengamat terhadap hak istimewa yang dimiliki presiden untuk menunjuk dan mengangkat orang-orang menjadi pembantunya (menteri-menteri). Istilah Menteri disadur dari Bahasa Inggris, minister, yang memiliki kedalaman makna, yakni pemberi pelayanan dan melayani. Kata prerogatif berasal dari Bahasa latin praerogative (dipilih sebagai yang paling dahulu memberi suara), prearogare (diminta sebelum yang diminta)
Namun, apabila ditelaah secara lebih mendalam tentang hak prerogatif tersebut dari sudut pandang hukum tata negara, maka hak prerogatif yang dipahami sebagai hak istimewa, utama dan mutlah tersebut, bisa jadi akan memperoleh kesimpulan yang berbeda . Menurut Teori prerogatif yang mutlak dalam eksekutif telah ditolak oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat. Dengan demikian. menurut sistem konstitusi Amerika, eksekutif hanya mempunyai kekuasaan-kekuasaan baik yang dengan tegas dinyatakan oleh UUD atau UU . Dalam praktik ketatanegaraan negara-negara modern, hak prerogatif Presiden tidak lagi bersifat mutlak dan mandiri, kecuali dalam hal pengambilan kebijakankebijakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
Keputusan Presiden untuk menambah atau mengurangi jumlah menteri sering kali mencerminkan usaha untuk mengoptimalkan pemerintahan, mempercepat pelaksanaan kebijakan, atau merespons tuntutan dari berbagai pihak, baik dari dalam maupun luar pemerintahan. Namun, perubahan jumlah menteri tidak dapat dipandang hanya sebagai sebuah keputusan administratif atau politik belaka. Terdapat aspek hukum yang perlu diperhatikan, terutama mengenai kesesuaian perubahan tersebut dengan konstitusi negara dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kompleksitas saat seorang presiden dihadapkan oleh hak prerogatifnya dalam pengangkatan menteri. Disisi lain, presiden dapat saja menunjuk menteri yang berasal dari kalangan koalisi partai politiknya, dan disisi lain, presiden juga dapat saja menunjuk seseorang untuk diangkat menjadi menteri yang berasal dari kalangan profesional diluar koalisi partai politik yang mengusungnya. Selain banyaknya penafsiran atas hak prerogatif, undang-undang yang mengatur mengenai pengangkatan menteri juga tidak memberikan ketegasan mengenai komposisi seperti apa yang memungkinkan seseorang untuk menjabat sebagai menteri .
Berdasarkan pandangan Delfina Gusman, bahwa Kelembagaan Kementerian merupakan lembaga penunjang (auxiliary organ) tugas Presiden dalam menjalankan tugas pemerintahan secara efisien dan efektif, efisiensi dan efektivitas dalam pembentukan suatu kelembagaan kementerian bertujuan untuk dapat memberikan pelayanan masyarakat yang baik, sehingga kebutuhan hidup masyarakat baik di pusat maupun daerah dapat optimal dan dalam penambahan kelembagaan kementerian tidak terdapat relevansi untuk melaksanakan program pemerintahan yang lebih efisien maupun efektif bahkan sebaliknya, akan menimbulkan perilaku koruptif dalam jajaran penguasa dengan berdalih untuk mencapai target yang diraih dimasa mendatang .
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD Tahun 1945) sebagai dasar konstitusional negara. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 17 Ayat (1) dan Ayat (2) UUD Tahun 1945, yang berbunyi:
(1) Presiden dibantu oleh Menteri-menteri negara.
(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang diangkat dan diberhentikan olehnya, namun tidak secara rinci diatur dalam UUD Tahun 1945 dalam mengatur jumlah ataupun jenis kementerian yang dibentuk. Oleh karena itu, mekanisme perubahan jumlah menteri dalam kabinet harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang struktur kabinet dan kementerian negara.
Negara Indonesia menganut system Presidensil, sehingga menurut Mahfud MD dalam memberikan ciri pemerintahan presidensil adalah:
Reviews (0)
Only logged in customers who have purchased this product may leave a review.

Reviews
There are no reviews yet.